Foto Hasil Kegiatan P2M di Desa Manikliyu
DESA MANIKLIYU (Desa Binaan UNDIKSHA)
Kamis, 12 November 2015
Potensi Desa Manikliyu
Desa Manikliyu memiliki potensi yang sangat besar. Desa Manikliyu merupakan wilayah
pengembangan kawasan wisata prasejarah dan agrowisata, karena kawasan ini
merupakan tourism zone yang sangat strategis dan memegang peranan
penting bagi pengembangan wisata desa, agrowisata, kerajinan kreatif-inovatif,
pertanian dan peternakan sebagai sumber kehidupan masyarakat. Walaupun terletak
pada posisi yang vital dan strategis, ternyata desa ini menyumbangkan jumlah
angka kemiskinan, angka pengangguran, buta aksara, putus sekolah, rawan bencana
yang cukup besar, derajat kesehatan masyarakat yang rendah bagi kabupaten
Bangli, dan kualitas pendidikan yang rendah, yang nampaknya perlu mendapat
penanganan segera dalam upaya mewujudkan kawasan wisata mandiri (Rencana
Strategis Kecamatan Kintamani, 2008-2013).
Secara umum, kondisi eksisting Desa Manikliyu merupakan kawasan yang
berada pada zonasi geowisata, pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan
konservasi hutan (PKWK, 2010), sehingga pada kawasan ini dicanangkan berbagai
fasilitas wisata, agrowisata konservasi hutan, yang didukung aktivitas
pertanian, peternakan dan industri kerajinan kreatif terpadu sebagai penyangga
aktivitas pengembangan kawasan hutan kawasan pariwisata, dan kawasan industri
pertanian dalam arti luas.
Desa Manikliyu adalah satu dari sembilan desa yang ada di wilayah
Kintamani Barat, yang memiliki luas wilayah 503 Ha,dengan ketinggian 1050 mdpl.
Dimana Desa Manikliyu yang memiliki jumlah penduduk 1665 jiwa tersebar di dua
dusun, yakni Dusun Manikliyu dan Dusun Saap. Dengan keadaan wilayah yang
berbukit dan mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah disektor pertanian
dan peternakan.
Potensi Desa Manikliyu yang prospektif dikembangakan sebagai implementasi
ideologi Tri Hita Karana adalah (1)
wisata arkeologi, (2) agrowisata (perkebunan rakyat berupa jeruk dan kopi), dan
(3) aneka usaha dari hasil perkebunan (jus, selai dan lain-lain). Di samping
itu terdapat potensi masyarkat berupa organisasi adat (desa pakraman), kelompok perkebunan (subak abian), dan kelompok peternak.
Potensi arkeologi didukung dengan adanya situs bersejarah yang terletak
pada ketinggian 1.070 M. BT. 80 62’ 38” dan LS. 80 54’ 23”. Pan Suki (warga
Desa Manikliyu) secara tidak sengaja menemukan peti sarkofagus saat berkebun.
Tanah tegalan (tanah kebun kering) tempat temuan tersebut masyarakat
disebut “Tegalan Sibuan” yang
diartikan “isi buana” (isi dunia).
Didorong rasa ingin tahu, maka peti batu tersebut di buka beramai-ramai bersama
tetangga sekerjanya dan setelah tutup peti batu tersebut di buka di
dalamnya banyak berisi tulang manusia. Keanehan dan ketakutan para
pekerja ladang itu membawa mereka untuk melaporkan kepada aparat desa setempat,
sehingga temuan tersebut sampai ke kantor balai Arkeologi Denpasar.
Di akhir bulan Maret dan di bulan Juni 1997, Balai
Arkeologi Denpasar bekerja dengan instansi terkait mengadakan penggalian
arkeologis dan menghasilkan temuan-temuan, seperti sarkofagus (A) dengan bekal
kubur periuk sebagian sudah pecah dan utuh kurang lebih 40 buah. Ditemukannya
nekara perunggu dipergunakan sebagai wadah kubur, dengan bekal kubur di
dalamnya antaralain berupa spiral, penutup jari perunggu, manik- manik dan
bekal kubur periuk di letakkan di samping luar nekara perunggu. Pada penggalian
lanjutan di bulan Juni 1997, tim berhasil menemukan satu buah sarkofagus (B)
ukuran dan tipenya hampir sama dengan yang di temukan pada penggalian pertama
(sarkofagus A). Bekal kubur periuk pecah dan utuh diletakan di luar Sarkofagus.
Pada sisi selatan masih tampak sebagian dari bagia kepala/rangka manusia dengan
rangkaian pilinan spiral berganda berbahan dari perunggu berderet di kepala
seolah olah dipergunakan sebagaia perhiasan kepala bekal kubur si mati.
Berdasarkan temuan situs tersebut, Desa Manikliyu sangat berpotensi menjadi
tujuan wisata arkeologi atau wisata sejarah. Keberadaan benda-benda arkeologis
tersebut sementara dijaga oleh aparat desa serta pemilik tanah yang sehari-hari
ada di tempat tersebut sehingga pemanfaatan sebagai wisata arkeologi kurang dirasa maksimal.
Gambar Sarkofagus di Desa Manikliyu
Potensi desa Manikliyu lain yang dapat dikembangkan adalah potensi
agrowisata jeruk dan kopi karena sebagai besar wilayah desa digunakan untuk
perkebunan jeruk dan kopi. Dengan tersedianya lahan pertanian dan perkebunan
jeruk dan kopi maka kita akan dapat mengembangkan daerah tersebut menjadi
wilayah agrowisata yang nantinya diharapkan akan mampu membantu menigkatkan
pendapatan masyarakat setempat. Dalam agrowisata para wisatawan dapat langsung
memetik dan menikmati buah khususnya buah jeruk.
Selain itu yang menjadi fokus pengembangan dalam rencana pengembangan
desa binaan ini adalah bagaimana mengembangkan hasil pertanian jeruk dan kopi
supaya menjadi produk yang mampu mempunyai daya saing tinggi dipasaran. Kondisi
sekarang masyarakat setempat belum optimal dalam mengembangkan hasil pertanian
dan hanya menjual hasil mentah buahnya saja. Kondisi itu membuat para petani
mempunyai penghasilan yang tidak tetap dan terkadang hasil pertanian menjadi anjlok.
Kurangnya pemanfaatan hasil perkebunan disebabkan karena minimnya terapan
teknologi tepat guna di masyarakat dalam pengolahan hasil perkebunan yang dapat
mengantarkan desa Manikliyu menjadi desa usaha mandiri.


Hasil Perkebunan Desa Manikliyu
Kehidupan
sosial budaya masyarakat desa manikliyu terpelihara dengan baik dengan
dilandasi oleh awig-awig. Kerukunan hidup beragama di desa manikliyu patut di
dipuji dan ditiru karena berlandaskan pada nilai tatwan asi sekaligus menjadi
modal pengembangan desa usaha mandiri dan desa wisata.
Sejarah Desa Manikliyu
Desa Manikliyu atau Manikeliyu dulunya
disebut desa Manikmerinci. Dari
asal katanya yaitu manik yang merupakan nama seorang laki-laki yang
telah menikah dan mempunyai 16 orang anak yang kesemuanya dapat bertahan hidup,
sedangkan kata merinci dalam
bahasa bali yang berhubungan dengan buah-buahan yang artinya
banyak. Kata merinci ini
diambil karena 16 orang anak (banyak) tersebut dapat bertahan hidup. Akhirnya
setelah beberapa lama manikmerinci diubah
menjadi manikeliyu atau manikliyu karena merinci dan liyu memiliki
persamaan arti yaitu banyak.
Anak-anak tersebut (16 orang) dilahirkan disebuah tempat yang pada
akhirnya ditempat itu dibangun sebuah pura yakni Pura Tebenan yang sekarang
lokasinya berada di sebelah Utara Desa Manikliyu tepatnya berada di wilayah
banjar Saap yang merupakan bagian dari desa Manikliyu. Pura Tebenan ini
dibangun pada tahun 877 SM. Berdasarkan prasasti yang ditemukan di pura ini,
diceritakan bahwa pura Tebenan dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri
Aji Warmadewa Jayawardana.
Ketika ke 16 orang anak tersebut menginjak dewasa, Desa Manikliyu
terpecah menjadi 4 desa yaitu Desa Manikliyu, Desa Bayung Cerik, Desa
Ulian, dan Desa Lembean. Sehingga sampai sekarang masih ada penyebutan
nama seseorang ditambahkan kata Pan untuk laki-laki dan Men untuk
perempuan. Dari 4 desa tersebut Desa Manikliyu merupakan desa utama karena
prasasti yang ditemukan hanya terdapat di Banjar Saap, Desa Manikliyu yaitu di
Pura Tebenan.
Lontar Prasasti Manikliyu
Rabu, 07 Oktober 2015
Langganan:
Postingan (Atom)